Labels

Senin, 21 November 2011

Selimut ( Kabut ) Kepedulian

Sebenarnya bukan tidak ada kepedulian di kehidupan kota. Kepedulian itu ada,  hanya saja kepedulian itu masih diselimuti oleh banyaknya syubhat-syubhat yang berseleweran kehidupan sehari-hari. Syubhat itu diantaranya berupa kesamaran objek mustahik yang benar dan yang palsu. Sehingga banyak yang bimbang kemana kepedulian itu di salurkan.
Di kehidupan kota yang seperti hutan belantara dimana baik dan buruk sangat sulit dibedakan, menjadi salah satu pemicu  tertahannya kepedulian. Sulitnya membedakan pengemis palsu dengan pengemis yang sungguh-sunguh  butuh bukan perkara yang mudah.
Beberapa tahun yang lalu sebuah berita koran di Surabaya menyingkap praktek mobilisasi pengemis yang dikelola seorang bos pengemis. Dia menampung beberapa orang cacat di penampungan khusus lalu setiap pagi disebar di beberapa perumahan dan sudut-sudut strategis  dan sorenya dijemput. Begitulah setiap hari. Bos ini menjadi kaya raya dari hasil mengelola pengemis. Dia punya beberapa rumah mewah dan beberapa mobil  yang cukup mahal.
Kita juga sering di datangi orang-orang yang membawa map pembangunan masjid, pesantren, dan semacamnya. Kita tidak tahu apakah memang benar adanya atau hanya sekedar kedok untuk mengais rejeki dengan mudah lewat menipu.
Ada seorang yang bercerita  kepada saya bahwa dia sering di datangi orang yang selalu minta sumbangan dengan membawa map. Hampir tiap hari berseleweran di kota Surabaya. Setelah di teliti map tersebut sebagian  berasal dari daerah yang sama yaitu daerah Madura, tepatnya kecamatan Peragaan kabupaten Sumenep. Apakah benar di derah tersebut  memang banyak pembangunan ? Wallahu A’lam
Saya tidak bisa menjawabnya. Hanya saja desas-desus bahwa daerah tersebut kebanyakan  berprofesi sebagai peminta sumbangan pernah saya dengar. Sampai suatu ketika di bulan Ramadlan yang lalu saya kedatangan seorang perempuan membawa map minta sumbangan seikhlasnya. Saya buka map itu, ternyata  isinya adalah keterangan kepala desa yang menjelaskan bahwa perempuan tersebut betul-betul  membutuhkan dan layak di bantu.
Berbekal keterangan tersebut wanita itu pindah dari pintu kepintu untuk minta sumbangan. Saya sempat mengajaknya ngobrol. Dia cerita punya anak yang sedang sekolah  di Pamekasan dan untuk biaya transportasi pulang pergi butuh biaya 6,000 perhari. Belum lagi jajannya. Dia sengaja datang kesurabaya bersama beberapa tetangganya dan nge-kos di daerah bungurasih.
Kebetulan wanita itu berasal dari daerah yang sudah terkenal sebagai peminta sumbangan yaitu daerah Peragaan kab Sumenep. Saya tanya:” Bu! Kok di daerah sampeyan  (anda) banyak yang bawa map minta sumbangan pembangunan masjid? Apa benar disana banyak masjid di bangun?”. Jawaban si ibu betul-betul membuat saya terkejut. Dia bilang: “ Ooo, saya beda dengan mereka mas, kalau ada pembangunan masjid si takmir biasanya membuat surat permohonan sumbangan, lalu surat –surat itu di jual ke masyarakat biasanya seharga 1 juta  untuk jangka waktu satu tahun. Nah, yang beli surat itu nanti pergi keluar kota berbekal surat tersebut untuk meminta sumbangan. Dengan begitu dia lebih mudah dapat sumbangan. Kelebihan dari satu juta itu ya milik yang beli surat”.
Saya bertanya lagi: “ Kalo ibu apa juga beli surat ini ke kepala desa?” wah enggak mas! Saya betul – betul butuh untuk menyambung hidup. Di desa sangat sulit untuk mencari duit”.
“ Ibu tahu darimana tempat ini ?” – kebetulan waktu itu saya jadi pengasuh di panti Asuhan- . “ itu kemaren teman saya datang minta sumbangan kesini, terus ngasih tahu kalau di sini ngasih cukup banyak.”
Inilah yang saya maksud dengan selimut atau kabut kepedulian. Betapa sering melihat pengamen atau pengemis, tetapi hati tidak begitu tergerak untuk peduli pada mereka . Kalaupun mengasih biasanya bukan karena peduli tetapi karena ingin cepat mengusir mereka dari hadapan.  Anda boleh tidak setuju terhadap tulisan ini?
Ini adalah masalah mental dan cara berfikir. Maka merubahnya tidak cukup dengan sekedar memberi uang. Nabi pernah memberi kapak kepada seorang pemuda agar pemuda itu bekerja. Nabi bersabda:
“Sungguh pagi-pagi seorang berangkat, lalu membawa kayu bakar di atas punggungnya, ia bersedekah dengannya dan mendapatkan kecukupan dengannya, sehingga tidak minta-minta kepada orang lain, jauh lebih baik baginya daripada meminta ke orang lain, mereka memberinya atau menolaknya. Ini karena tangan yang di atas jauh lebih baik daripada tangan di bawah, dan mulailah dari orang yang menjadi tanggungan Anda.” (HR Muslim dan Turmudzi).
Saya sangat mendukung jika ada lembaga-lembaga yang secara khusus memperhatikan mental mereka dan merobah cara berfikir mereka menjadi orang-orang yang bermartabat. Dan infaq kita kepada lembaga tersebut jauh lebih baik daripada sekedar infaq dijalanan yang sekalimakan langsuing habis. Tulisan ini bukan untuk mendorong agar kita tidak berinfak kepada orang yang meminta-minta. Melainkan sekedar membandingkan multi efek dari manfaat bershadaqah pada lembaga yang secara kontinyu membangun mental mereka.  Karena karena setiap perubahan mereka ke yang lebih baik itu ada pahala yang terus mengalir ( amal jariah) kepada penyumbangnya.

sumber: blog.ydsf.org

0 comment:

Posting Komentar

Followers