Tauhid menurut Islam ialah tauhid i’tiqadi ilmi (keyakinan teoritis) dengan tauhid amali suluki (amal perbuatan praktis). Dua ketauhidan ini tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lain.
1. Tauhid i’tiqad ilmi
Tauhid i’tiqad ilmi adalah keyakinan, qasd (tujuan), dan iradah (kehendak). Keimanan seseorang tidak akan diterima selama tidak mentauhidkan Allah swt. secara teoritis dan keyakinan. Yaitu beriman bahwa Tuhan itu hanya Allah yang Maha Esa, dalam zat, sifat, dan perbuatan-Nya. Tidak ada sekutu dan tidak ada yang menyerupai-Nya, serta tidak beranak dan tidak diperanakkan.
Begitu pula kita harus mentauhidkanNya secara objektif dan praktis, yaitu meng-Esa-kan Allah swt. melalui ibadah yang sempurna, ketaatan yang mutlak, merendahkan diri, bertawakkal, takut dan pengharapan kepada-Nya. Tauhid menurut maknanya yang pertama (i’tiqadi ilmi) ialah apa yang diisyaratkan secara jelas dalam surat Al Ikhlas, ayat-ayat di awal Ali Imran, permulaan surat Thaha, permulaan As Sajdah, permulaan Al Hadid, dan akhir Al Hasyr, dll.
2. Tauhid amali suluki
Tauhid amali suluki ialah apa yang dimuat, diajak, dan ditunjukkan oleh surat Al Kafirun; seluruh surat Al An’am; permulaan dan akhir Al A’raf; permulaan, pertengahan dan akhir surat Yunus; permulaan dan akhir Az Zumar, dll. Bahkan Imam Ibnul Qoyyim mengatakan bahwa setiap surat Al Quran mengandung makna kedua bentuk tauhid tadi.
Para penulis ilmu tauhid pada masa lalu dan sekarang menamakan jenis tauhid i’tiqadi ilmi dengan Tauhid Rububiyah dan Tauhid amali suluki dengan Tauhid Uluhiyah dengan penjelasannya sebagai berikut (dalam Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan, Yusuf Al Qardhawi, Pustaka Progresif):
a. Tauhid Rububiyah
Tauhid Rububiyah ialah keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan langit dan bumi, Pencipta semua makhluk dan Penguasa seluruh alam. Tidak ada sekutu dalam kekuasaan-Nya dan tidak ada hakim dalam hukum-hukum-Nya selain Dia. Hanya Dia satu-satunya Tuhan bagi segala sesuatu. Satu-satunya Pemberi rizki kepada semua makhluk dan Pengendali semua urusan. Hanya Dia yang mengangkat dan menjatuhkan martabat manusia, Pemberi manfaat dan Penurun bencana, Penganugerah kemuliaan dan kehinaan. Tidak akan ada yang mampu memberi manfaat dan mudharat kepada diri sendiri maupun orang lain, kecuali atas izin dan kehendak-Nya.
Tauhid Rububiyah ini hanya diingkari oleh penganut materialisme yang tidak percaya adanya Allah seperti ad-Dahriyyin (ateisme) pada masa lalu dan komunisme pada masa sekarang. Paham yang sama dengan aliran materialisme ialah dualisme yang berkeyakinan bahwa dalam alam ini terdapat dua tuhan. Yaitu tuhan gelap dan terang.
Sedangkan mayoritas musyirikin bangsa Arab pada masa jahiliyah tidak mengingkari Tauhid Rububiyah ini. Sebagaimana ayat-ayat berikut ini (artinya), “Katakanlah, ‘Kepunyaan siapakah bumi ini dan semua yang ada padanya jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab, ‘Milik Allah.’ Maka apakah kamu tidak ingat? Katakanlah, ‘Siapakah Tuhan langit yang tujuh dan pemilik Arsy yang agung?” Mereka akan menjawab, ‘Allah.’ Maka apakah kamu tidak bertakwa? Katakanlah, ‘Kalau begitu, dari jalan manakah kamu ditipu?’” (QS. Al Mu’minun 84-89).
Jawaban orang-orang musyrik itu menunjukkan mereka mengakui Allah sebagai Tuhan yang mencipta alam sekaligus yang mengaturnya. Dengan modal keimanan seperti itu, seharusnya mereka menghambakan diri kepada Allah dan tidak menyekutukanNya. Tetapi justru sebaliknya, mereka menolak untuk beribadah kepada Allah semata atau tidak bertauhid uluhiyah.
b. Tauhid Uluhiyah
Tauhid uluhiyah ialah meng-Esa-kan Allah dalam beribadah, patuh dan taat secara mutlak kepada-Nya. Tidak menghambakan diri kepada selain Allah dan tidak pula menyekutukan-Nya. Ketauhidan ini tidak akan tercapai apabila tidak menggabungkan tauhid uluhiyah dengan rububiyah. Sebab, tidaklah cukup hanya dengan tauhid rububiyah saja.
Orang musyrikin Arab telah menyatakan dan mengakui tauhid rububiyah. Tetapi meskipun begitu mereka tidak termasuk sebagai orang beriman, sebab mereka menyekutukan Allah swt. Mereka mempertuhankan selain Allah sebagai sarana perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): ”Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan (sekadar sarana perantara) supaya mereka mendekatkan diri kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar” (QS. Az-Zumar: 3).
Sejak dulu banyak manusia yang tersesat dari tauhid uluhiyah. Mereka menghambakan diri kepada berbagai Tuhan. Umat Nabi Nuh telah menyembah Wadd, Suwaa’, Yaguts, Yau’uq dan Nasr. Umat Ibrahim menyembah berhala. Orang mesir kuno menyembah anak lembu. Penduduk Saba’ menyembah matahari, orang Shabiun menyembah bintang, orang Majusi menyembah api, bangsa Arab jahiliyah menyembah patung dan batu. Dan masih banyak lagi yang lain. Mereka semua adalah orang-orang musyrik, karena tidak mentauhidkan Allah dalam beribadah. Dan disadari atau tidak, di tengah-tengah kehidupan masyarakat muslim telah banyak dan marak berbagai fenomena yang sudah termasuk kategori kemusyrikan, baik yang ashghar (kecil) maupun yang akbar (besar), dan baik yang tersembunyi dan terselubung, ataupun yang sudah terang-terangan.
Maka yang terpenting marilah kita kaum muslimin tetap waspada dengan senantiasa berupaya menjaga kemurnian tauhid kita, agar tidak terjebak dalam berbagai praktik penyekutuan Allah tanpa sadar! Semoga!{}
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comment:
Posting Komentar