Sebagai bahasan yang selalu menjadi mata kuliah wajib bagi para mahasiswa di program studi rumpun informatika, RPL seringkali menjadi sebuah mata kuliah yang membosankan dan terkesan tidak “berujung pangkal” bagi para mahasiswa.
Sedangkan bagi para praktisi, bahasan ini lebih banyak dianggap sebagai “pelengkap penderita” teori di dalam melakukan kegiatan pembuatan perangkat lunak atau software.Tentu saja banyak penyebab dari kendala-kendala yang telah terjadi, misalnya: bahwa buku teks yang berkesan “berat” dan sangat tebal. Simak saja “kitab suci” RPL yang selalu diacu di berbagai perguruan tinggi hampir selalu menyebut buku-buku RPL karangan Pressman atau Sommerville, baik yang masih berbahasa Inggris ataupun yang telah diterjemahkan. Secara psikologis, hanya dengan melihat “kebesaran” dan ketebalan buku-buku tersebut, para mahasiswa akan langsung merasa gentar dan segan untuk mempelajari RPL lebih lanjut.
Secara global pembagian bab dalam artikel ini mengacu kepada proses dari perangkat lunak itu sendiri. Mulai dari pengenalan teori hingga kea pa yang harus dikerjakan setelah sebuah perangkat lunak dinyatakan selesai dibuat. Karena dengan memahami rangkaian tersebut secara runtut beradasarkan kenyataan akan jauh lebih mudah untuk dipahami, dibandingkan hanya sekedar belajar demi kebutuhan pemahaman teori.
Dalam artikel ini, banyak definisi maupun keterangan yang mengacu ke berbagai referensi. Daftar referensi tercantum di bagian akhir artikel ini dengan ditandai angka yang terletak di dalam kurung siku []. Sehingga jika Anda menemui keterangan yang diikuti dengan angka di dalam kurung siku, missal: [21] itu berarti bahwa definisi atau keterangan tersebut diambil dari daftar referensi nomor 21. Sehingga jika Anda ingin memahami lebih lanjut, dapat langsung membaca artikel atau referensi tersebut.
Dan akhir kata, sebelum mulai belajar mengenal RPL, Selamat berkarya dan salam blogging \m/
0 comment:
Posting Komentar