Labels

Selasa, 27 September 2011

Cium Sayang Ataukah Cium Terlarang

Cium Sayang Ataukah Cium Yang Terlarang Bahasa Rasa Manusiawi (Bloknota: A.Kohar Ibrahim) BERITA aktualita yang tersiar di sejumlah media massa internasional, selain perihal yang berat lagi serius, juga selang-seling berita ringan namun tak kurang keseriusan makna muatan sejarahnya.
Adalah salah satu macam berita yang mengungkap lagak-lagu manusia, yakni cium berciuman. Suatu aksi sekaligus ekspresi diri yang manusiawi sekali dan yang telah menjadi tradisi jutaan tahun, namun di kawasan kawasan tertentu diberlakukan secara diam-diam atau malah telarang jika dilakukan di muka umum. “La Bosnie revendique le record Guinness du plus grand baiser simultané”, demikian salah satu judul berita yang dilansir Agen Pers Perancis (AFP) dari laporan jurnalisnya di Sarajevo, Minggu 2 September 2007. « Bosnia mengklaim rekor Guinness perihal ciuman-bareng paling tinggi”. Dengan argumentasi yang mengokohkannya, yakni berupa aksi-demonstrasi dari hampir sebanyak 7.000 pasangan berciuman bareng selama sepuluh detik, di lapangan sentral Tuzla. Suatu evenement local, nasional yang sarat muatan simbol keinternasionalannya, yang tentu saja menimbulkan kebanggaan dari pihak organisatornya. “Tuzla adalah kota cinta,” jelas Kristina Gliorovic, salah seorang anggota organisatornya. Dan: “Manusia menginginkan cintakasih.” Sedangkan di pihak penentangnya, yakni dari kalangan ulama, menganjurkan pemboikotan aksi-demonstrasi tersebut, dengan argumentasi bahwasanya itu tidak selaras dengan tradisi Islami. Bahkan seorang ulama, Amir Karik, menyatakan bahwa para peserta evenement tersebut sebagai “penggelar keamoralan seksualita.” Begitulah, rupanya perihal yang berupa perwujudan rasa kasih saying, malah juga bisa dimaknai sebagai perhatian atau rasa hormat, di tempat-tempat tertentu dan pada masa tertentu bisa merupakan tradisi yang disepakati masyarakat manusia, tapi bisa juga merupakan perihal controversial adanya. Maka dari itulah, salah satu macam lagak-lagu manusia itu dari zaman ke zaman termasuk pengisi lembaran sejarah dan segala macam karya tulis-menulis, buku-buku dan kamus. Juga tercermin dalam aneka ragam bentuk aktivitas-kreativitas manusia. Meskipun kerap kali disalah-artikan atau dimaknai secara sempit. Yakni, bahwa cium-mencium itu seolah-olah hanya dalam hubungan kehidupan seksualita manusia. Padahal tidak. Ia dimulai atas dasar hubungan ibu dan anak, sebagai bukti kasih sayang sekalian rasa tanggung-jawab untuk hidup menghidupinya, membesarkannya. Dengan memberinya makan – makanan kepada bayinya atau bocahnya yang masih belum punya gigi dan belum bisa makan sendiri. Yakni, dengan mengunyah makanan lantas langsung memberikannya ke mulut sang bayi atau sang bocah. Persis seperti burung – ketika sang induk menyuapi makanan langsung dari mulut ke kemulut anaknya. Suatu tradisi yang berlangsung jutaan tahun! Hingga terjadinya perubahan selaras perkembangan zaman. Dimana sang Ibu tidak lagi memberikan makan berupa hasil kunyahannya langsung ke mulut sang anak. Dengan adanya pengetian, bahwa yang diberikan itu bukan berupa makanan semata juga sarat akan daya-tahan yang dibutuhkan oleh sang anak atau bayinya. Tapi tak urung, selaras perkembangan zaman pula, cara-gaya itulah asal muasalnya salah satu macam bentuk ciuman yang disebut „french-kiss“ alias „ciuman perancis“. Yang semakin lama semakin kondang dipraktekkan oleh para pasangan merpati dalam bercinta ataupun semata-mata dalam hubungan seksualita antara sesama manusia belaka. Secara umum, cium mencium itu memang amat bervariasi, aneka-ragam, dalam cara-gaya maupun dalam makna-memaknainya. Di Timur maupun di Barat. Diberlakukan, dalam tradisi atau budaya tertentu, baik oleh kaum lelaki maupun perempuan. Ada yang dengan cara mencium atau malah sekedar menyentuh pipi; ada yang hanya mengecup hidung atau dahi; ada yang hanya dengan sentuhan ujung-ujunghidung saja; ada pula dengan bibir atau mulut, bahkan lidah kulum mengulum seperti cara-gaya french-kiss itu. Dalam tradisi Arab atau kaum bangsawan lainnya di negeri lain, ada pula cara-gaya memberi ciuman pada tangan sebagai tanda hormat atau takluk. Bahkan ada cara-gaya ciuman pada kaki seraya bersujud! Dalam makna memaknai ciuman semata-mata sebagai rasa hormat atau perhatian yang bermakna sama seperti memberi salam dengan jabatan tangan atau salam lainnya, tradisi ciuman untuk itu adalah umum di Eropa. Meski ada juga keberbedaan caranya. Ada yang hanya dengan sentuhan sebelah pipi saja; ada yang sebelah pipi kiri kemudian kanan atau sebaliknya; ada pula yang dimulai dengan pipi kanan, lalu kiri dan kanan. Dengan segala variasinya, seperti juga berpelukan, semua itu hanya sebagai pernyataan rasa hormat atau perhatian atau simpati antar sesama manusia – sebagai anggota keluarga, teman atau kolega biasa. Tanpa ada muatan nuansa hubugnan intim atau seksualita. Sedangkan yang berkaitan dengan kasih sayang, sungguh menggelitik apa yang diutarakan dalam Dictionnaire Universale Francophone, bahwasanya seorang anak dari masa bayi sampai usia sepuluh tahun, menerima cium atau kecupan kasih sayang dari ortunya sebanyak kurang lebih 10.000 kali. Sedangkan bagi pasangan berpacaran yang sering keluar rumah jalan-jalan atau pelesiran, paling tidak berciuman sebanyak 6.000 kali setahunnya. Tetapi, memang perihal kebiasaan berciuman itu tak bisa sama atau disamaratakan saja keberlakuannya pada tiap negeri atau negara. Dengan ciri-ciri budaya tertentunya. Karena, justeru itu bisa saja terjadi bahwa perihal yang di suatu tempat atau negeri sebagai yang biasa-biasa saja, sedangkan di tempat atau lain negeri merupakan hal yang luar biasa bahkan terlarang -- jika dilakukan di muka umum. Jika tidak, tentu ada ragam macamnya pula bagaimana dalam makna memaknai ciuman kasih sayang maupun ciuman yang terlarang. Dengan tolak ukur apakah selaras ataukah tidak menurut etika, aturan atau ajaran kajian yang diikutinya. Meski bukan jarang terjadi, cium-bercium pun bisa dilakukan secara diam-diam, bahkan dalam rangka perselingkuhan. Baik kejadiannya di tempat atau di perumahan biasa ataukah di perhotelan maupun di gedung-gedung indah, bahkan di gedung megah institusi tinggi pun bisa pula terjadi. *** (Akibr)

0 comment:

Posting Komentar

Followers