Labels

Kamis, 06 Oktober 2011

Abu Hurairah, Utamakan Lapar Ilmu Daripada Lapar Makanan


Di antara ratusan ribu hadits Nabi Muhammad saw, terdapat banyak hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. Meski hanya empat tahun hidup bersama Rasul saw. sebelum wafat beliau, namun Abu Hurairah telah menghafal dan meriwayatkan 5.374 hadits dari Nabi saw.

Nama aslinya Abdurrahman bin Shakhr Ad Dausi. Ia masuk Islam pada 7 H. Asalnya dari Yaman dan diperkirakan lahir tahun 21 sebelum hijrah. Setelah masuk Islam, ia tinggal di halaman masjid Nabawi dan menemani Nabi saw dalam berbagai kesempatan. Ia termasuk sahabat yang hidup sebatang kara dan tidak punya rumah yang oleh kalangan kaum muslimin disebut Ahlus Shuffah (ahli Shuffah).

Orang-orang Ahli Shuffah adalah orang Islam dan dianggap tamu-tamu Islam oleh Nabi saw. Mereka tidak punya tempat tinggal dan tidak punya kerabat di Madinah. Mereka tinggal di halaman masjid Nabi. Jika Nabi saw. mendapatkan shadaqah, beliau segera mengirimkan kepada mereka dan beliau tidak mengambil sedikit pun. Kalau mendapat hadiah, maka Nabi saw. mengirimkannya kepada Ahli Shuffah dan beliau mengambil sedikit atau beliau memakannya bersama mereka.

Setelah masuk Islam, Abu Hurairah selalu menemani dan melayani Rasulullah saw kapan pun dan dimana pun beliau berada. Sehingga ia mendapat banyak ilmu dari Nabi saw. Meski bertemu Nabi selama kurang lebih empat tahun saja, namun sahabat yang gemar memelihara kucing ini menghafal lebih banyak hadits daripada sahabat lain yang lebih senior.

Setia Menemani & Melayani

Abu Hurairah ra pernah bercerita. Suatu hari Rasulullah Muhammad saw. duduk bersama para sahabat beliau, termasuk Abu Bakar ra dan Umar bin Khaththab ra (dalam Ringkasan Shahih Muslim, Mizan, hadits no. 12, hlm. 11-13).

Tak lama kemudian, Rasulullah saw. meninggalkan majelis sahabat itu. Karena beliau pergi sangat lama, para sahabat mengkuatirkan keadaan beliau. Lalu para sahabat mencari keberadaan Nabi saw. Ternyata, Abu Hurairah lebih dulu menjumpai Nabi yang sedang berada di sebuah kebun milik orang Anshar dari Bani Najjar.

Abu Hurairah bermaksud masuk ke kebun itu. Tapi ia tak menemukan pintu masuknya. Akhirnya ia melompati parit yang terhubung dengan sebuah sumur yang berada di tengah kebun itu.

Mendengar suara kehadiran orang, Nabi saw. bertanya, “Apakah itu Abu Hurairah?”

“Benar,” jawabnya.

“Ada apa?”

“Engkau tadi berada ditengah-tengah kami lalu engkau meninggalkan kami sangat lama. Kami kuatir terjadi sesuatu pada engkau. Karena itu, saya masuk kebun ini dan melompat seperti serigala. Orang-orang yang lain menyusul di blakang saya.”

Kemudian Nabi saw. bersabda, “Wahai Abu Huirairah, bawalah sepasang sandalku ini dan siapa saja yang engkau temui di balik kebun ini sedangkan dia bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dengan yakin sepenuh hati, berilah kabar gembira dengan (masuk) surga.” Lalu Abu Hurairah beranjak pergi. Orang pertama yang ditemuinya di balik kebun adalah Umar bin Khaththab ra.

Umar bertanya, “Apa yang hendak kau lakukan dengan sepasang sandal itu wahai Abu Hurairah?” Ia menjawab, “Sepasang sandal ini adalah milik Rasulullah saw. Beliau mengutus dengannya bahwa siapa saja yang bersaksi tiada tuhan selain Allah dengan sepenuh hati, maka saya beri kabar gembira dengan (masuk) surga.” Mendengar itu, lantas Umar memukul dada Abu Hurairah dengan tangannya hingga Abu Hurairah jatuh terjengkang. Setelah memukul, Umar dengan tegas berkata kepadanya, “Kembalilah kau (kepada Rasulullah saw.)!”

Abu Hurairah sama sekali tidak punya keinginan untuk membalas. Sambil meringis kesakitan, Abu Hurairah menuruti perintah Umar untuk menemui Nabi saw. Umar menyusul di belakangnya. Ia hanya heran dengan sikap Umar itu.

Sambil menahan sakit, ia berjalan menemui Nabi saw. Melihat Abu Hurairah menangis, Nabi saw. bertanya, “Apa yang terjadi pada dirimu wahai Abu Hurairah?”

Ia menjawab, “Saya bertemu dengan Umar. Lalu saya memberitahukan kepadanya hal yang telah engkau utus. Namun Umar malah memukul dada saya dengan tangannya sampai saya jatuh. Umar malah menyuruh saya kembali.”

Lalu Nabi saw. bertanya kepada Umar yang berada di samping Abu Hurairah. Nabi saw. pun bertanya, “Wahai Umar, apa yang membuat engkau berbuat demikian?”

Umar menjawab, “Wahai Rasulullah, semoga ayah dan ibuku sebagai tebusanmu. Apakah engkau mengutus Abu Hurairah dengan membawa sepasang sandalmu dan siapa saja yang dia temui sedang dia bersaksi tiada tuhan selain Allah dengan yakin sepenuh hatinya, dia memberinya kabar gembira dengan (masuk) surga?”

“Ya.”

“Janganlah engkau melakukan itu. Karena saya kuatir orang-orang akan bersandar pada ucapan itu saja. Tetapi biarlah mereka mengerjakan amal-amal kebaikan.”

“(Kalau begitu) biarkanlah mereka mengerjakan amal-amal kebaikan,” jawab Nabi saw.

Dikira Orang Gila

Salah satu kelebihan Abu Hurairah adalah rasa hausnya akan ilmu mengalahkan rasa laparnya terhadap makanan. Imam Bukhari menarasikan penggalan perjalanan hidup Abu Hurairah bersama Rasul saw. (diolah dari Riyadhus Shalihin karya Imam Nawawi, hadits no. 502).

Suatu hari, Abu Hurairah menceritakan keadaannya. Ia berkata, “Demi Allah, yang tiada tuhan selain Dia. Aku pernah merapatkan perutku ke tanah karena lapar. Aku mengikat batu di perutku juga karena lapar. Aku juga pernah terduduk di tempat di sebuah jalan yang biasa dilalui orang. Dari kejauhan, Nabi saw. tersenyum saat melihatku. Sepertinya beliau mengerti keadaanku setelah memperhatikan ekspresi wajahku dan posisi tubuhku.”

Kemudian Nabi saw. memanggil Abu Hurairah, “Wahai, Abu Hirr (panggilan akrab Abu Hurairah, artinya bapak atau pemilik kucing kecil, Red.).

“Labbaik ya Rasulullah.”

“Ikutlah denganku,” ucap Nabi saw.

Lalu Abu Hurairah menemani Nabi saw. menuju salah satu rumah keluarga beliau. Nabi saw. pun masuk. Abu Hurairah minta izin masuk dan beliau mengizinkannya. Di sana ada segelas susu. Nabi saw. bertanya kepada penghuni rumah, “Darimana asal susu ini?”

“Seorang perempuan menghadiahkan untuk engkau, wahai Rasulullah,” jawab penghuni rumah.

“Wahai Abu Hirr.”

“Labbaik ya Rasulullah,” jawab Abu Hurairah.

“Temuilah orang-orang Ahli Shuffah itu. Ajaklah kemari.”

Saat memanggil Ahli Shuffah, Abu Hurairah berkata sendiri, “Mengapa susu ini diberikan kepada Ahli Shuffah? Padahal aku paling pantas untuk minum susu itu agar kekuatan saya pulih (dari rasa lapar yang sangat, Red.). Apabila Ahli Shuffah kemari, beliau pasti menyuruh saya memberikan susu itu kepada mereka dan kemungkinan saya tidak mendapat bagian dari susu itu (karena terbatasnya susu, Red.). Maka, perasaanku jadi tidak enak karena ini. Tapi taat kepada Allah dan Rasul harus diutamakan.” Abu Hurairah lebih mengutamakan ketaatan kepada Allah dan Rasul daripada perasaannya sendiri. Ia tetap melaksanakan perintah Nabi saw.

Kenangan Indah

Inilah salah satu kelebihan akhlak Abu Hurairah. Ia termasuk sahabat Nabi saw. yang sangat menjaga harga dirinya meski hidup kekurangan. Ia tidak meminta-minta meski sangat membutuhkan. Berdasar riwayat Muhammad bin Sirin, ia pernah tergeletak di antara mimbar Nabi saw. dan kamar Aisyah (di sekitar Masjid Nabawi, Red.). Tiba-tiba ada seseorang yang melewatinya dan meletakkan kakinya di lehernya. Ia mengira Abu Hurairah orang gila yang tidur sembarangan. Padahal ia tergeletak karena lapar (HR. Bukhari).

Setelah Ahli Shuffah tiba dan duduk mengelilingi Nabi saw, kemudian Nabi saw. berkata, “Wahai Abu Hirr.”

“Labbaik ya Rasulullah.”

“Ambil susu itu dan bagikan kepada mereka.”

Abu Hurairah berkata sendiri, “Aku sangat berharap aku mendapat bagian dari susu ini. Dan ini bukan berarti aku tidak taat kepad Allah dan Rasul sama sekali.”

Namun Abu Hurairah tetap melaksanakan perintah Nabi saw. Ia memberikan susu itu secera bergiliran kepada orang-orang Ahli Shuffah. Satu per satu minum sampai puas, baru kemudian mengembalikan gelasnya kepada Abu Hurairah. Begitu seterusnya hingga orang terakhir. Dengan izin Allah, meski diminum banyak orang ternyata susunya tidak habis-habis.

Setelah semua minum, kemudian Nabi saw. mengambil gelas itu. Lalu Nabi saw. melihat ke arah Abu Hurairah sambil tersenyum.

“Wahai Abu Hirr.”

“Labbaik ya Rasulullah.”

“Sekarang tinggal aku dan kamu.”

“Engkau benar wahai Rasulullah.”

“Duduklah dan minumlah.”

Maka Abu Hurairah duduk dan meminumnya.

“Minumlah,” ucap Nabi saw. lagi. Abu Hurairah pun meminumnya lagi. Dan Nabi saw. berkali-kali menyuruh Abu Hurairah minum. Abu Hurairah terus minum hingga akhirnya ia berkata, “Tidak, demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran! Perut saya tidak muat lagi.”

Lantas Nabi saw. bersabda, “Bawa kemari gelas itu.” Kemudian, Nabi saw. memuji Allah, menyebut Asma-Nya dan kemudian meminumnya.{}

Sumber:

- Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi, terjemahan Indonesia Penerbit I’tishom Cahaya Umat jilid I, Jakarta, cetakan kedua April 2006.

- Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi, terjemahan Indonesi Penerbit Pustaka Amani jilid I, Jakarta, cetakan keempat 1999.

- 125 Kiat Salaf Menjadikan Waktu Produktif, Abul Qa’qa Muhammad bin Shalih, Pustaka eLBA, Surabaya, cetakan pertama 2006

- Ringkasan Shahih Muslim, Zaki Al Din Abd Al Azhim Al Mundziri, Mizan, 2008, Bandung.

- http://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Hurairah

- http://pustakaimamsyafii.com/biografi-abu-hurairah-radhiyallahu-anhu.html

- http://ahmadchan.wordpress.com/2010/01/25/beginilah-seharusnya-kita-memanfaatkan-waktu/#comment-12

0 comment:

Posting Komentar

Followers