Labels

Kamis, 06 Oktober 2011

Dicari, Relawan Pencuci Mukena (Cerpen)

“Bau, kotor. Ini juga kotor.” Seorang muslimah sedang membolak-balik sehelai mukena putih di sebuah mushala. Tangannya mengaduk-aduk keranjang, di dalamnya terdapat beberapa mukena yang dilipat sembarangan, bahkan ada yang tidak terlipat. Mukena-mukena menghamburkan bau tidak sedap. Tidak ada satu pun mukena yang bersih.

Beberapa menit kemudian, muslimah tersebut larut dalam salat zuhur setelah memilih salah satu mukena yang tersedia di musala. Usai salam dan berdoa, mukena diletakan tanpa dilipat di atas sajadah yang terbentang. Lalu, ia menghadapkan wajahnya pada cermin di dinding musala, menghias wajah dengan bedak dan lipstik, lalu merapikan jilbabnya. Lalu, dia melangkahkan kaki menuruni tangga musala, membiarkan mukena tergeletak.

Pada umumnya, masjid/mushala telah dilengkapi dengan mukena. Sayangnya, sering dijumpai mukena kotor, kusut, terdapat bintik-bintik hitam, kuning dan merah-merah lipstik, serta tergeletak di pojokan bersama beberapa helai rambut. Tentu saja, kondisi ini tidak terjadi pada semua masjid.


Satu Orang=Satu Mukena

Melihat mukena kotor, sebagai muslimah seharusnya kita merasa malu. Malu melihat mukena yang akan digunakan untuk beribadah dalam keadaan kotor. Sebenarnya tidak perlu baru, yang penting bersih dan layak pakai. Selalu membawa mukena pribadi kemanapun adalah upaya agar tidak menggunakan mukena kotor di masjid/mushala.

Jika di dalam masjid terdapat sepuluh mukena, dalam satu hari mukena tersebut misalnya digunakan oleh 200 orang, maka sepatutnya pencucian mukena dilakukan dalam jangka waktu dua hari sekali. Jika pencucian mukena dilakukan sebulan sekali, wajar saja mukena dalam kondisi sangat kotor. Sehingga, pembelian mukena baru bisa dilakukan setahun sekali. Jadi, jangan heran jika baru membeli mukena, lalu digunakan selama dua hari sudah kotor, hal tersebut terjadi karena perawatannya yang kurang dan pengguna satu mukena dalam satu hari bisa mencapai 20 orang.

Dalam pemikiran saya, dana yang terkumpul di masjid bisa disisihkan sebagian untuk biaya perawatan mukena. Namun, bagaimana jika tidak alokasi dana untuk itu? Tidak perlu berpikir bahwa yang bertanggung jawab terhadap kebersihan mukena hanyalah pengurus masjid ataupun unit kerohanian Islam. Namun, sumbangsih apa yang bisa kita diberikan terhadap kebersihan mukena? Mukena kotor di sekolah bisa dicuci oleh guru, karyawan dan murid secara bergantian. Mukena di masjid kampung bisa dicuci oleh tetangga secara bergiliran, begitu pun untuk mukena di masjid/mushala kawasan lain bisa memberdayakan muslimah yang berlokasi di sekitar masjid.

“Jangankan mencuci mukena, mencuci baju sendiri tidak sempat.” Mungkin itulah yang ada dalam pemikiran beberapa orang. Maka, cukup satu orang satu mukena. Jika terdapat 10 mukena di masjid/mushala, maka hanya dibutuhkan 10 orang relawan pencuci mukena yang dilakukan secara bergantian oleh pengurus masjid, jamaah, guru, murid di sekolah, tetangga di kampung, atau pun karyawati di area perkantoran. Jangka waktu pencucian dilakukan dengan melihat kondisi kekotoran mukena dan kuantitas pengguna mukena. Beberapa waktu lalu saya pernah menggalakkannya di perguruan tinggi swasta tempat saya bekerja. Alhamdulillah, ada 5-10 mahasiswi yang akhirnya bersedia jadi relawan.

Ciri Muslimah Sejati

Setelah menggunakan mukena, kembali rapikan. Sedikit waktu yang diluangkan untuk menggantung atau melipat mukena seusai salat, dan merapikannya kembali di tempat semula, akan sangat bermanfaat. Tidak lebih dari lima menit waktu yang dibutuhkan untuk merapikan kembali mukena. Dari sinilah muslimah bisa belajar tentang kebersihan, kerapian, rasa tanggung jawab, dan kedisiplinan diri.

Mencuci mukena bisa dijadikan tambahan ladang amal. Bukankah kebersihan adalah sebagian dari iman? Cukup satu muslimah satu mukena. Jika setiap muslimah bersedia ikhlas mencuci dan merapikan mukena, maka mukena di sekolah, di kampung, serta di kawasan lain Insya Allah semua bersih dan rapi. Dalam mengerjakan segala hal pun Insya Allah akan terbawa menjadi lebih bersih dan disiplin. Insya Allah lahir batin lebih bersih, bertanggung jawab dan disiplin. Bukankah dari sinilah pribadi muslimah sejati terbentuk?{}

0 comment:

Posting Komentar

Followers